Jumat, 19 Agustus 2011

Proses penyembelihan sapi secara Islam Versus Barat? Apa dasar penjelasan ilmiahnya?

Penjelasan ilmiah cara memotong hewan sesuai syariat islam, dengan cara memotong hewan yang dianjurkan dan biasa dilakukan di dunia barat.

Dua orang ilmuan dari Hanahover University,German, Prof. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim, membuktikan melalui sebuah eksperimen untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih manusiawi dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam, atau penyembelihan dengan cara Barat.

Penelitian menggunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi tersebut dipasang elektroda tertentu (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). EEG dipasang pada permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak. Alat ini dipakai untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Pada jantung sapi-sapi tersebut juga dipasang Electro-Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar.

Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG dan ECG (yang telah terpasang) beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, separuh sapi disembelih secara Syari’at Islam dan separuh sisanya disembelih secara metode Barat. Selama penyembelihan, terus dilakukan monitoring terhadap rekaman data EEG dan ECG.

Sebelumnya perlu dijelaskan, barangkali ada beberapa yang belum jelas tentang bagaimanakah metode penyembelihan secara islami.

Syari’at Islam menuntunkan penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang sangat tajam dengan memotong 3 saluran pada leher bagian depan (saluran makanan, saluran nafas, serta 2 saluran pembuluh darah, yaitu : arteri karotis dan vena jugularis). Syari’at Islam tidak merekomendasikan pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat mengajarkan ternak dipingsankan dahulu sebelum disembelih. Yang biasa digunakan adalah Captive Bolt Pistol. Pistol dengan peluru tumpul yang ditembakkan di kepala hewan menyebabkan hewan tidak sadarkan diri.

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hanover University Jerman adalah sebagai berikut :
A. Penyembelihan menurut tuntunan Syari’at Islam

1. Pada 3 detik pertama setelah disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih tidak ada indikasi rasa sakit.

2. Pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara gradual (bertahap) yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi tersebut benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

3. Setelah 6 detik pertama tersebut, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleks gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Subhaanallah, pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justeru drop sampai ke zero – level (angka nol). Diterjemahkan oleh kedua ahli tersebut bahwa, “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!) Allaahu Akbar! Walillaahil hamdu!

4. Oleh karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi oleh manusia. Jenis daging semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practice (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.
B. Penyembelihan ala Barat (Western Method)

Penyembelihan ala barat ini didahului dengan pemingsanan hewan. Segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps. Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat dengan mudah disembelih, tanpa meronta-ronta, dan (nampaknya) tanpa rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit (tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning).

Rekaman EEG dan ECG menunjukkan:

1. Segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal tersebut mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (pada saat kepalanya dipukul).

2. Grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik darah dari seluruh organ tubuh serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

3. Oleh karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), sehingga tidak layak dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khasanah ilmu dan teknologi daging (dipelajari di Fak. Peternakan UGM), bahwa timbunan darah (yang tidak sempat keluar pada saat ternak mati/ disembelih) merupakan tempat yang sangat ideal bagi tumbuh kembangnya bakteri pembusuk yang merupakan agen utama perusak kualitas daging.

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim berhasil membuktikan penyembelihan dengan metode halal ternyata lebih ‘hewani’ dan menghasilkan kualitas daging yang baik jika dibanding penyembelihan yang biasa dilakukan di dunia barat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Blackmore (1984), Daly et al. (1988), Blackman et al. (1985), dan Anil et al. (1995) di 4 negara yang berbeda membuktikan bahwa setelah disembelih, sapi memerlukan waktu lebih lama untuk benar-benar mati. Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran tubuh sapi yang lebih besar dibandingkan kambing, domba, rusa, ayam, dll.
 

Pembantu pendeta menjadi seorang muslim

Perjalanan Spiritual Pembantu Pendeta Menjadi Seorang Muslim

Saya tidak bisa menemukan jawaban-jawabannya di Alkitab. Begitu saya sadar bahwa Trinitas cuma sebuah mitos dan bahwa Tuhan cukup kuat untuk menyelamatkan seseorang tanpa membutuhkan bantuan dari seorang anak atau siapapun, atau apapun.

Semuanya kemudian berubah. Keyakinan saya selama ini terhadap ajaran Kristen runtuh. Saya tidak lagi mempercayai ajaran Kristen atau menjadi seorang Kristiani."

Jalan untuk meraih cita-citanya sebagai pendeta atau pemimpin misionaris terbuka lebar, namun jalan yang terbentang itu justru membawanya untuk mengenal Islam. Sehingga ia akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang Muslim dan melepaskan semua ambisinya, meski pada saat itu ia sudah menjadi pembantu pendeta.

Dia adalah Abdullah DeLancey, seorang warga Kanada yang menceritakan perjalanannya menjadi seorang Muslim. "Dulu, saya adalah penganut Kristen Protestan. Keluarga saya membesarkan saya dalam ajaran Gereja Pantekosta, hingga saya dewasa dan saya memilih menjadi seorang jamaah Gereja Baptist yang fundamental," kata DeLancey mengawali ceritanya.

Menurutnya, sebagai seorang Kristen yang taat, kala itu dia kerap terlibat dengan berbagai aktivitas gereja seperti memberikan khotbah pada sekolah minggu dan kegiatan-kegiatan lainnya. "Saya akhirnya terpilih sebagai pembantu pendeta. Saya benar-benar ingin mengabdi lebih banyak lagi pada Tuhan dan memutuskan untuk mengejar karir sampai menjadi seorang Pendeta," tutur DeLancey yang kini bekerja memberikan pelayanan pada para pasien di sebuah rumah sakit lokal.

Keinginannya, sebenarnya menjadi seorang pendeta atau menjadi seorang misionaris. Namun ia berpikir, jika menjadi seorang Pendeta maka akan memperkuat komitmen hidupnya dan keluarganya pada gereja secara penuh. DeLancey pun mendapatkan beasiswa untuk mengambil gelar sarjana di bidang agama.

"Sebelum mengikuti kuliah di Bible College, saya berpikir untuk lebih menelaah ajaran-ajaran Kristen dan saya mulai menanyakan sejumlah pertanyaan-pertanyaan serius tentang ajaran agama saya. Saya mempertanyakan masalah Trinitas, mengapa Tuhan membutuhkan seorang anak dan mengapa Yesus harus dikorbankan untuk menebus dosa-dosa manusia seperti yang disebutkan dalam Alkitab," ujar DeLancey.

Hal lainnya yang menjadi tanda tanya bagi DeLancey, bagaimana bisa orang-orang yang disebutkan dalam "Kitab Perjanjian Lama" bisa "selamat" dan masuk surga padahal Yesus belum lahir. "Saya dengan serius merenungkan semua ajaran Kristen, yang selama ini saya abaikan," sambung DeLancey.

Ia mengakui tidak mendapatkan jawaban yang masuk akal dan cukup beralasan atas semua pertanyaan-pertanyaan yang menjadi dasar ajaran Kristen itu. "Lantas, untuk apa Tuhan memberikan kita akal yang luar biasa jika kemudian kita tidak boleh menggunakannya. Itulah yang perintahkan agama Kristen, agama Kristen meminta kita untuk tidak menggunakan akal ketika menyatakan bahwa Anda harus punya keyakinan. Sebuah keyakinan yang buta," kata DeLancey, mengenang pengalamannya di masa lalu.

Sejak itu, DeLancey sadar bahwa selama ini ia sudah menelan ajaran Kristen dengan secara buta dan tidak pernah mempertanyakan hal-hal yang sebenarnya membuatnya bingung. "Saya sama sekali tidak pernah menyadarinya," ujar DeLancey.

"Saya tidak bisa menemukan jawaban-jawabannya di Alkitab. Begitu saya sadar bahwa Trinitas cuma sebuah mitos dan bahwa Tuhan cukup kuat untuk "menyelamatkan" seseorang tanpa membutuhkan bantuan dari seorang anak atau siapapun, atau apapun. Semuanya kemudian berubah. Keyakinan saya selama ini terhadap ajaran Kristen runtuh. Saya tidak lagi mempercayai ajaran Kristen atau menjadi seorang Kristiani."

"Saya meninggalkan gereja untuk selamanya dan istri saya mengikuti langkah saya, karena ia juga mengalami hal yang sama dalam menerima ajaran-ajaran Kristen. Inilah yang akan menjadi awal perjalanan spritual saya, ketika itu saya tanpa agama tapi tetap percaya pada Tuhan," papar DeLancey.

Hidayah Itupun Datang

DeLancey mengakui, saat-saat itu menjadi saat-saat yang sulit bagi dirinya dan keluarganya yang selama ini hanya tahu ajaran Kristen. Namun ia terus mencari kebenaran dan mulai mempelajari berbagai agama. DeLancey tetap menemui kejanggalan-kejanggalan dalam agama-agama yang dipelajarinya, sampai ia mendengar tentang agama Islam.

"Islam !!! Apalagi itu? Sepanjang yang saya ingat, saya tidak pernah mengenal seorang Muslim dan tidak pernah mendengar Islam, bahkan pembicaraan tentang Islam sebagai salah satu agama di tempat saya tinggal di Kanada kecuali cerita-cerita buruk tentang Islam. Ketika itu, saya sama sekali tidak mempertimbangkan Islam," tutur DeLancey.

Tapi kemudian, DeLancey mulai membaca-baca informasi tentang Islam dan mulai membaca isi Alquran. Isi Alquran itulah yang mengubah kehidupannya sehingga ia tertarik untuk membaca segala sesuatu tentang Islam. Beruntung, DeLancey menemukan sebuah masjid yang letaknya sekitar 100 mil dari kota tempat tinggalnya.

"Saya lalu membawa keluarga saya ke masjid ini. Dalam perjalanan, saya merasa gugup tapi juga dipenuhi semangat dan saya bertanya pada diri sendiri, apakah saya akan diizinkan masuk ke masjid karena saya bukan seorang Arab atau Muslim," kisahnya.

Setelah sampai di masjid, saya pun merasa bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia dan keluarganya disambut hangat oleh seorang Imam dan sejumlah Muslim di masjid itu. "Mereka sangat baik. Tidak seburuk berita-berita tentang Muslim," aku DeLancey.

Di masjid itu, DeLancey diberi buku yang ditulis oleh Ahmad Deedat dan ia diyakinkan bisa menjadi seorang Muslim. DeLancey membaca semua material-material tentang Islam dan sangat menghargai pemberian itu, karena di perpustakaan di tempatnya tinggal hanya ada empat buku tentang Islam.

"Setelah mempelajari buku-buku itu, saya sangat syok. Bagaimana bisa saya menjadi seorang Kristiani begitu lama dan tidak pernah mendengar ada kebenaran? Saya akhirnya meyakini Islam dan ingin masuk Islam," kisah DeLancey.

Ia kemudian mengontak komunitas Muslim di kotanya dan pada 24 Maret 2006 saya pergi ke masjid dan mengucapkan syahadah beberapa saat sebelum pelaksanaan salat Jumat, dengan disaksikan komunitas Muslim di kotanya.

"Saya mengucapkan La illaha ill Allah, Muhammadur Rasul Allah, tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Saya pun menjadi seorang Muslim. Hari itu adalah hari paling indah dalam hidup saya. Saya mencintai Islam dan merasakan kedamaian sekarang," tukas DeLancey mengingat kembali saat-saat ia menjadi seorang Mualaf.

DeLancey mengakui, ia dan keluarganya menghadapi masa-masa sulit setelah memutuskan memeluk Islam terutama dari teman-temannya yang Kristen dan dari kedua orangtuanya. Ia tidak diakui lagi sebagai anak dan teman-temannya yang Kristen tidak mau lagi bicara dengannya. DeLancey dijauhi bahkan ditertawai.

"Saya senang menjadi seorang Muslim, tak masalah jika teman-teman saya sesama orang Kanada memandang saya aneh karena memilih menjadi seorang Muslim. Karena saya sendiri yang akan mempertanggungjawabkan perbuatan saya pada Allah setelah saya mati."

"Allah memberi saya kekuatan dan Allah yang Maha Besar menolong saya untuk melewati masa-masa sulit setelah saya masuk agama Islam. Saya punya banyak sekali saudara seiman sekarang," tandas DeLancey.

Setelah masuk Islam, DeLancey mengubah nama depannya dan jadilah namanya sekarang Abdullah DeLancey. menjadi orang pertama dan satu-satunya pembimbing rohani Islam yang dibolehkan bekerja di rumah sakit di kotanya. Ia juga mengelola sebuah situs Islam Muslimforlife.com yang dididirikannya.

"Saya seorang Muslim dan saya sangat bahagia menjadi seorang Muslim. Rasa syukur saya panjatkan pada Allah swt," tukas DeLancey mengakhiri kisah perjalanannya dari seorang pembantu pastor menjadi seorang Muslim.
 
Mualaf.com

Minggu, 14 Agustus 2011

Kisah Nyata: Sang Jendral Adolf Roberto

Antara Al-quran Dan Sang Jendral Adolf Roberto

Suatu sore, ditahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam. Jendral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis,tengah memeriksa setiap kamar tahanan.

Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu dihadapan Mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik Kristen itu akan mendarat di
wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci.
" Hai...hentikan suara jelekmu! Hentikan...!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakan mata.

Namun apa yang terjadi ? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang.

Dengan congak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.

Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata Rabbi, waana'abduka...
 
Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, " Bersabarlah wahai ustadz...Insya Allah tempatmu di Syurga ."
Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya. Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai.
" Hai orangtua busuk! Bukankah engkau tahu,aku tidak suka bahasa jelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumi Spanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapak kami, Tuhan Yesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan 'suara-suara' yang seharusnya tak pernah terdengar lagi di sini." Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mau minta maaf dan masuk agama kami."
Mendengar"khutbah" itu orang tua itu mendongakkan kepala,menatap Roberto dengan tatapan tajam dan dingin. Ia lalu berucap,
" Sungguh...aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapatmenjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah. Bila kini aku beradadipuncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."
 
Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat diwajahnya. Laki-laki itu terhuyung.Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah. Ketika itulah dari aku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'.
Adolf Roberto bermaksud memungutnya
Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.
"Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto.
"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!" ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain,akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu.
Sepatu lars berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi
Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus.
Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.
Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung.
" Ah...sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini." suara hati Roberto bertanya-tanya.
 
Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluhtahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan " aneh"dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol.
Akhirnya Roberto duduk disamping sang ustadz yang telah melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak.
 
Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda ituteringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar dinegeri tempat kelahirannya ini.

Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan dilapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan,beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang
kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.
Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.
 
Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak dilapangan Inkuisisi yang telah senyap. korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Bocah mungil itu
mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan.
Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah bernyawa, sembari menggayutinya.Sang bocah berkata dengan suara parau,
" Ummi, ummi,mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....? Ummi, cepat pulang kerumah ummi..."
 
Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya bocah ituberteriak memanggil bapaknya
" Abi...Abi...Abi..."

Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

" Hai...siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah.
" Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawab sang bocah memohonbelas kasih.
" Hah...siapa namamu bocah, coba ulangi!"bentak salah seorang dari mereka.
" Saya Ahmad Izzah..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi.
Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. " Hai bocah...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu.Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang ' Adolf Roberto ' .. Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu.

Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sedar dari renungannya yang panjang. Sang Jendral itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris,
" Abi...Abi...Abi..."

Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya.Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada didalam genggamannya adalah Kitab Suci Al Qur'an milik bapaknya,yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.

Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusar. Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini.Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut,
" Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tha..."

Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.
Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya.
" Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi,tunjukkan akupada jalan itu..."

Terdengar suara Jendral Roberto memelas. Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Airmatanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian,
ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran ALlah.
Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap :

" Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah IsmailAl-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu,"

Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah

"Asyahaduanla Illaaha ilallah, wa asyahadu anna Muhammad Rasullullah...'.

Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini.

Kini Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, 'Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya.

Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya... Al-UstadzAhmad Izzah Al-Andalusy.

Benarlah firman Allah...
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut arahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS>30:30)